Читайте также: |
|
Aku memandangi tubuhnya yang terpuruk di lantai. Apa susah sekali baginya untuk belajar mencintaiku? Untuk mencoba bertahan di sisiku? Tapi tentu saja, dengan segala keegoisanku, aku tidak sanggup melepaskannya…. Aku bisa hidup tanpa dia, mungkin aku akan jadi setengah gila kalau itu terjadi, tapi aku tidak mau hidup tanpa dia, karena aku tahu bagaimana akibatnya untukku.
Aku berlutut di hadapannya, menarik tubuh yang rapuh itu ke dalam pelukanku. Aku bisa mendengarnya menangis terisak-isak, tidak beraksi apa-apa terhadap perlakuanku.
“Kau tidak bisa?” tanyaku, menghabiskan tenaga untuk menabahkan diri kalau dia menolakku, walaupun tahu itu sia-sia saja. Aku akan hancur kalau itu sampai terjadi.
“Kau tidak mungkin mencintaiku,” ujarnya dengan suara teredam karena dia membenamkan wajahnya di dadaku.
Aku membalas ucapannya dengan sebuah tawa frustasi.
“Tidak mungkin mencintaimu, hah?” ulangku. “Oh, jadi kau gadis seperti itu, yang harus diberi tahu dulu baru bisa mengerti? Bukankah aku sudah menunjukkannnya dengan begitu gambling padamu? Kau tidak bisa melihatnya?”
Dia menggeleng, mengangkat wajahnya untuk menatapku. Matanya basah, emmbuat egoku terusik. Namja macam apa yang berani membuat gadis yang dicintainya menangis seperti ini?
“Meminta cerai padamu, itu bunuh diri sebenarnya,” katanya. Dia menatap mataku lurus-lurus. “Aku hampir mati karena mencintaimu, tak tahukah kau?”
***
Gadis yang ada di pelukanku ini mencintaiku? Gadis yang bersinar-sinar begitu mempesona ini mencintaiku?
“Kukira ucapan terima kasihmu setelah aku melahirkan itu adalah ucapan perpisahan. Rasa terima kasih karena aku sudha memberimu keturunan dan kau sudah tidak membutuhkan aku laagi di sisimu. Aku tahu suatu saat nanti itu akan terjadi, mengira aku mungkin sudah siap sekaligus tahu bahwa aku tidak akan pernah mungkin bisa siap untuk meninggalkanmu.”
“Ucapan perpisahan?” potongku. “Itu adalah ucapan terima kasih karena kau bersedia mempertaruhkan nyawa untuk anak kita, Na~ya.”
“Aku setiap hari dilanda ketakutan bahwa kau akan meninggalkan aku. Tersiksa sendiri dengan cintaku. Merasa bahwa kau tidak pernah peduli. Aku terus-terusan mencintaimu, sedangakan….”
Aku menyela ucapannya dnegan satu ciuman yang panjang dan dalam. Menyalurkan kelegaan yang menguar dari hatiku. Bahwa dia juga mencintaiku… tersiksa karena takut kehilanganku…. Sebuah kesalahpahaman yang manis….
***
Malam kedua ini bahkan jauh lebih sempurna daripada malam pertama yang dulu. aku bebas mengapresiasinya sekarang, tanpa takut adanya penolakan.
Sinar rembulan yang masuk lewat jendela kamar membuat wajahnya bercahaya menyilaukan. Sudahkah aku bilang bahwa istriku ini cantik sekali?
Dia tertidur pulas. Menarik nafas dengan teratur. Sedangakan aku hanya mengamatinya. Bahkan mungkin aku bisa bilang bahwa aku tidak akan pernah bosan menontonnya tidur seumur hidupku….
***
HYE-NA’S POV
Aku membuka mataku dan langsung mendapati wajahnya berada hanya beberapa senti di depanku. Aku jadi heran, kenapa Tuhan menghabiskan waktu membuat wajah jelek jika Dia dengan sebegitu mudahnya bisa menciptakan sesuatu seindah ini?
“Kau mau kemana?” tanyanya dengan suara serak sambil emnarik pinggangku lagi ke arahnya saat aku bermaksud turun dari tempat tidur.
Oh, gila! Sentuhannya di kulitku membuat kekacauan sistem syaraf dan pembuluh darah dalam tubuhku.
“Jino. Aku merindukannya.”
Refleks dia tersenyum ke arahku, membebaskanku dari dekapannya, yang jujur saja sangat sulit untuk dilakukan.
Dia mengernyit heran saat aku tetap juga tidak bergerak turun dari tempat tidur.
“Apa?” tanyanya tidak paham.
“Aku tidak pakai apa-apa, Cho Kyuhyun!” seruku tertahan, merasa malu. “Setidaknya cobalah untuk berbalik atau tutup matamu!” sergahku
“Oh, yang benar saja!” ejeknya. “Aku kan sudah lihat semua.”
“Itu beda! Tadi malam kan gelap!” protesku tak mau kalah.
“Aish, ara, ara.”
Dia berbalik ke dinding sehingga aku bisa langsung meraih baju dari dalam lemari lalu berlari masuk ke kamar mandi. Benar-benar pagi yang sinting!
***
Aku tersenyum menatap Jino yang menggapai-gapai ke arahku, berusaha lepas dari gendongan eomma. Aku meraihnaya dan dia langsung menatapku dengan antusias, mengeluarkan senyum lucunya.
“Dia rewel terus. Tidak mau makan dari kemarin. Minum susu pun susah,” jelas eomma.
“Maaf,” ucapku yang dibalas dengan kibasan tangan eomma.
“Sudahlah, lupakan saja! Yang penting kau sudah pulang sekarang!”
Aku mengangguk, membawa Jino ke atas untuk menyusuinya. Tadi setelah mengantarku, Kyuhyun langsung pergi lagi karena ada konser. Dia sibuk sekali akhir-akhir ini, sepertinya penjualan album barunya melonjak naik.
Sekitar dua puluh menit kemudian, saat Jino sudah tertidur pulas, HP-ku berbunyi. Nomornya tidak kukenal.
“Yeoboseyo?”
“Hye-Na~ya, bisa kita bertemu?”
Tidak mungkin salah lagi. Suara selembut itu pasti suara Eun-Ji.
“Tennag saja, aku sedang tidak bernafsu membunuh.”
TBC
HYE-NA’S POV
Aku menatap Eun-Ji yang duduk di hadapanku. Hanya dengan memakai tank-top hitam dan celana jins saja dia sudah terlihat begitu mempesona. Kemudian aku ganti menunduk, menilai diriku sendiri. Jins belel dan kaus biasa bertuliskan ‘I DON’T CARE’ kesukaanku ini sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan dia.
Dia mengaduk lemon tea-nya sesaat lalu memutuskan untuk memulai pembicaraan denganku.
“Kau meminta cerai?” tanyanya padaku.
“Dari mana kau tahu?” selidikku.
“Temanku yang mengurus surat perceraianmu. Dan tiba-tiba dibatalkan begitu saja?”
“Kabar buruk bukan?”
“Tidak juga,” katanya seraya mengedikkan bahu. “Kalau boleh tahu apa alasannya?”
“Kukira dia tidak mencintaiku.”
“Oh!” serunya antusias. “Dan perceraian itu batal tentunya karena dia mengungkapkan perasaannya bukan?”
Aku mendelik menatapnya. Dia aneh sekali. Kenapa jadi semangat begitu? Bukankah seharusnya dia marah karena aku merebut Kyuhyun?
“Iya,” jawabku akhirnya.
“Jadi kau tidak tahu bahwa dia mencintaimu?”
Kali ini aku menggeleng.
“Kau mau dengar ceritaku tidak?”
Aku menatapnya heran lalu mengangguk.
“Eomma dan appaku ingin aku melanjutkan ssekolah keluar negeri. Tapi aku tidak mau. Entah kenapa rasanya bahagia sekali jika aku melawan mereka. Mereka sibuk sendiri dengan perusahaan, tidak pernah ada di rumah, tapi malah dengan seenaknya ingin mengatur hidupku. Maka aku bersikeras ingin melanjutkan SMA-ku disini. Pertengkaran besar, kau tahu?”
Dia menarik nafas sesaat, seakan sedang mengingat masa-masa itu lagi.
“Aku menang. Tentu saja. Setelah mengancam mereka bahwa aku akan kabur dari ruamh. Di sekolah itulah untuk pertama kalinya aku jatuh cinta. Pada Kyuhyun. Aku ingat sekali waktu itu dia begitu alergi terhadap yeoja. Hampir 50% dari seluruh yeoja di SMA itu menyukainya. Setiap hari ada saja yang menyatakan cinta padanya, wlaau akhirnya selalu ditolak dengan berbagai macam makian. Dari semuanya, akulah yang paling tebal muka, tidak henti-hentinya berusaha menarik perhatian dia.”
“Banyak dari yeoja-yeoja yang sakit hati itu mnegambil kesimpulan bahwa Kyuhyun itu gay, penyuka sesama jenis. Tapi anehnya dia juga tidak terlalu bergaul dengan anak laki-laki.”
“3 tahun setelah itu kami tamat. Aku diterima di Harvard tapi aku malah memilih sekolah fashion di Milan. Orang tuaku lagi-lagi menentang, tapi aku membuktikan pada mereka bahwa aku memang bisa, aku berbakat. Lalu setelah tamat aku mendirikan perusahaan mode di Paris.”
“Kemudian aku bertemu dengan kalian. Sekali lihat aku langsung tahu bahwa dia sangat mencintaimu, tapi kau sendiri dengan bodohnya malah tidak sadar. Aku terkejut sebenarnya saat tahu bahwa Kyuhyun bisa begitu dekat dengan seorang yeoja. Cara dia merangkulmu, tersenyum padamu, menatapmu, semuanya seperti bukan Kyuhyun.”
“Sampai kau menghilang waktu itu. Dia panik sekali. Aku belum pernah melihatnya sekacau itu. Waktu dia bertanya pada penjaga pintu, Bahasa Inggrisnya berlepotan sekali. Padahal tahukah kau Hye-Na~ya, Kyuhyun itu tipe orang yang sangat pandai mengendalikan emosinya. Orang tidak akan tahu kalau dia sedang marah, sedih, ataupun gembira. Ekspresinya selalu datar-datar saja.”
“Tidak juga. Dia selalu marah-marah padaku. Kadang-kadang dia juga sering tersenyum.”
“Itu artinya dia sudah membuka hatinya lebar-lebar padamu,” ujar Eun-Ji sambil tersenyum.
“Kau ini kenapa? Aneh sekali!” tanyaku heran.
“Aku ingin bertemu denganmu bukan untuk memberitahumu seberapa besar Kyuhyun mencintaimu, tapi aku ingin memberikan undangan. Aku akan menikah,” katanya dengan nada antusias. Dia mengambil sebuah undangan berwarna cokelat keemasan dari dalam tasnya lalu menyerahkannya padaku.
“Dia sahabatku sejak kecil. Tempat aku curhat betapa aku sangat mencintai Kyuhyun. Aku tidka bisa membayangkan betapa sakitnya dia selama ini. Sepulang dari pesta launching album Kyuhyun waktu itu aku benar-benar patah hati. Dia yang menghiburku. Lalu entah kenapa, taraaaa…. Ternyata kami sudah bertunangan!” serunya dengan wajah berbinar-binar bahagia.
“Hei, berjanjilah padaku kau akan datang bersama Kyuhyun, oke?”
Aku mengangguk, ikut merasakan kebahagiaan yang menguar darinya.
“Oh iya, kudengar anakmu namja. Kalau nanti aku hamil dan ternyata anakku yeoja, kau mau tidak menjodohkannya dengan anakku? Setidaknya kalau aku tidak bisa mendapatkan appanya, anaknya juga boleh!” guraunya, membuatku tertawa.
“Bisa diatur,” ucapku.
***
Дата добавления: 2015-11-14; просмотров: 39 | Нарушение авторских прав
<== предыдущая страница | | | следующая страница ==> |
KYUHYUN’S POV | | | KYUHYUN’S POV |