Студопедия
Случайная страница | ТОМ-1 | ТОМ-2 | ТОМ-3
АрхитектураБиологияГеографияДругоеИностранные языки
ИнформатикаИсторияКультураЛитератураМатематика
МедицинаМеханикаОбразованиеОхрана трудаПедагогика
ПолитикаПравоПрограммированиеПсихологияРелигия
СоциологияСпортСтроительствоФизикаФилософия
ФинансыХимияЭкологияЭкономикаЭлектроника

KYUHYUN’S POV

KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV | EUNHYUK’S POV | EUNHYUK’S POV | KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV | EUNHYUK’S POV | EUNHYUK’S POV |


Читайте также:
  1. KYUHYUN’S POV
  2. KYUHYUN’S POV
  3. KYUHYUN’S POV
  4. KYUHYUN’S POV
  5. KYUHYUN’S POV
  6. KYUHYUN’S POV
  7. KYUHYUN’S POV

Aku menghembuskan nafas pelan. Aku tidak ada pekerjaan yang terlalu penting sebenarnya pada hari ini, aku hanya merasa harus meninggalkannya karena tidak tahu harus berkata apa saat dia terbangun nanti.

Bagaimana kalau dia menyesal? Bagaimana kalau ternyata dia sama sekali tidak sudi hal itu terjadi? Aku sama sekali tidak siap dengan semua penolakannya nanti.

 

***

 

HYE-NA’S POV

Aku mengangkat HP-ku yang dari tadi terus menerus berdering nyaring. Tersenyum saat tahu siapa yang menelepon.

“Hai,” ujarku gugup, teringat lagi tentang kejadian semalam.

“Hai. Bisakah kau memesan makanan dari restoran untuk mala mini? Untuk sekitar 20 orang. Eomma tadi menelepon, katanya hari ini ada acara kumpul keluarga dan mereka ingin melkaukannya dia apartemen kita.”

Aku tersenyum sinting, menyukai caranya menggunakan kata kita.

“Baiklah.”

“Ya sudah. Annyeong!”

Telepon di seberang terputus begitu saja. Aku mengerutkan kening, kenapa dia jadi aneh seperti itu?

 

***

 

Eomma, appa, Eunhyuk, dan Ji-Yoo sudah datang. Appaku menyusul beberapa menit kemudian. Kami semua sibuk menyiapkan ruangan, menata makanan di atas meja. Aku mulai agak panik sekarang, kenapa Kyuhyun belum datang juga?

Dia baru datang sekitar jam 8, saat semua orang sudah berkumpul. Setelah ganti pakaian, dia bergabung dengan kami. Meminta maaf atas keterlambatannya.

Aku menatapnya dari seberang ruangan. Sweater biru dan celana jins putih itu membuatnya tampak amat sangat tampan. Tapi ada yang salah sepertinya. Dari tadi tidak pernah sekalipun dia menatap ke arahku.

Kepercayaan diriku mulai runtuh. Apa dia menyesal karena melakukannya?

Salah seorang bibi Kyuhyun yang sedikit sinis hanya semakin memperburuk keadaan.

“Lihat, sepertinya kalian ini aneh. Kurasa perjodohan berakibat tidak baik bagi mereka. Mereka tidak cocok jadi suami istri. Coba pikir, bagaimana mungkin gadis ini belum hamil sampai sekarang? Atau jangan-jangan kau masih perawan?” selidiknya ke arahku. “Apa Kyuhyun tidak sudi menyentuhmu?”

“Young-Ri, jaga bicaramu!” tegur eomma marah.

Aku bangkit berdiri.

“Maaf, kurasa kalian butuh tambahan minuman, biar kuambilkan,” ujarku, lalu menghilang ke arah dapur.

Aku bersandar pada meja dapur. Mencoba menenangkan diri. Sesaat kemudian Kyuhyun sudah muncul di hadapanku. Aku menunduk, menolak menatapnya.

“Gwaenchana?” tanyanya khawatir.

Aku mendongak, menatapnya kesal.

“Bagaimana mungkin aku tidak apa-apa?” ujarku ketus.

Dia mendekat, memegangi lenganku. Aku menepisnya dengan kasar.

“Tidak perlu repot-repot mencemaskanku. Dari tadi kau sama sekali tidak mau melihatku, kan? Kenapa? Apa aku menijikkan?” semburku marah.

Dia menatapku tajam. Aku mnedengar suara-suara mendekat.

“Belum apa-apa mereka sudah bertengkar!” seru Young-Ri ajjumma.

“Kupikir kita harus memperlihatkan sesuatu,” ujar Kyuhyun seraya mendudukkanku ke atas meja sehingga wajahku sejajar dengannya. Aku terkesiap saat dia menciumku, bertepatan saat ajjumma masuk ke dapur.

“Dasar anak muda!” gumamnya lalu pergi meninggalkan kami. Tapi aku tidak memedulikannya. Aku malah sibuk memikirkan tentang ciuman ini. Ciuman ini aneh. Dingin. Seolah-olah dia dengan sangat terpaksa melakukannya.

Dia mendorongku, menegakkan tubuhnya dengan kaku.

“Terima kasih,” gumamnya.

“Sama-sama!” ujarku ketus.

 

***

 

Keesokan paginya aku memutuskan untuk berbicara padanya. Aku sudah memikirkannya semalaman, berusaha mencari jawaban, tapi tak mendapatkan apa-apa.

Aku membuka pintu kamarnya. Kosng. Aish, dia bahkan tidak mau bertemu denganku.

Satu minggu lewat dengan keadaan yang sama. Aku nyaris gila dengan ini semua. Pada malam ke-7, aku memutuskan untuk menunggunya pulang. Ini benar-benar sudah kelewatan. Tengah malam aku mendengar pintu masuk terbuka. Aku menghidupkan lampu, mendapatinya terkesiap kaget saat melihatku.

“Aku mau bicara,” ujarku dingin.

“Ini sudah malam, Hye-Na~ya. Besok saja,” elaknya.

“Oh, dan besok subuh-subuh kau sudah pergi lalu baru pulang lewat tengah malam. Kau pikir aku tidak tahu isi otakmu?!”

“Oke, kau mau apa?” tanyanya, terpaksa mengalah.

Aku terdiam, mencari kata-kata yang tepat.

“Kau menyesal dengan apa yang terjadi malam itu.”

Dia menatapku dengan raut wajah frustasi.

“Menyesal? Dan kau tidak?” teriaknya.

“Dan kenapa aku harus menyesal?” Aku membalikkan pertanyaannya.

“Bukan hal aneh kalau kau berpikir bahwa tidak seharusnya kau tidur denganku. Karena aku bukan namja yang pantas untukmu mungkin? Kau kan tidak menyukaiku.”

“Oke, kita harus melalui tahap pura-pura ini. Aku sama sekali tidak menyesal tidur denganmu. Jelas?”

“Sekarang memang tidak, allu bagaimana kalau kau hamil? Kau akan meneriakiku karena membuat tubuhmu membesar, melahirkan anak yang sama sekali tidak kau inginkan.”

“Aku bukan gadis seperti itu! Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan tapi bisa-bisanya kau menuduhku seperti itu! Mungkin kau yang menyesal karena meniduriku, dilanda ketakutan bahwa kau akan menjadi seorang ayah di saat karirmu sedang menanjak, bahwa seorang anak hanya menambah sesak hidupmu saja!” teriakku.

Dalam sekejap dia sudah berdiri di hadapanku, menarikku ke dalam pelukannya.

“Kita harus melewati semua kepura-puraan ini, kan?” gumamnya. “Aku sudah bilang bahwa itu malam terindah dalam hidupku, aku sama sekali tidak keberatan menjadi ayah asalkan itu berasal dari rahimmu. Aku hanya ketakutan bahwa kaulah yang menolak itu semua. Baguslah kalau tidak.”

 

***

 

Dia mengantarku ke kampus keesokan paginya, membukakan pintu untukku lalu memaksa untuk mengantarku sampai ke dalam. Seandainya dia mencintaiku, pasti ini semua akan semakin sempurna.

Semua orang memperhatikan saat dia mengecup keningku pelan lalu berbalik pergi setelah memastikan bahwa aku akan baik-baik saja.

Baru saja dia menghilang, seseorang langsung merusak hari indahku.

“Oh, manis sekali!” ujar Jin-Rin, salah seorang mahasiswi tercantik di kampus, seraya bertepuk tangan pelan, disertai dengan pengikut-pengikut setianya.

“Tidak tahu apa Kyuhyun itu buta atau memang bodoh sehingga memperistri yeoja sepertimu! Masih mending selingkuhannya si Eun-Ji itu, setidaknya dia cantik. Sedangkan kau? Aku sebagai fans terberatnya menyesali hal ini.”

Dia mendekatiku, menatapku sadis.

“Lihat wajahmu,” ujarnya seraya memegangi daguku dengan tangan kanannya. “Pembantu di rumahku saja masih jauh lebih cantik darimu.”

Lalu tiba-tiba saja dia mendorong tubuhku dengan kasar sampai kepalaku terbentur ke dinding. Aku merasakan sakit menderaku tanpa ampun. Perutku terasa mual mencium bau darah. Aku mendengar orang-orang mulai berteriak panik, kemudian semuanya gelap.

 

***

 


Дата добавления: 2015-11-14; просмотров: 42 | Нарушение авторских прав


<== предыдущая страница | следующая страница ==>
KYUHYUN’S POV| KYUHYUN’S POV

mybiblioteka.su - 2015-2024 год. (0.009 сек.)