Студопедия
Случайная страница | ТОМ-1 | ТОМ-2 | ТОМ-3
АрхитектураБиологияГеографияДругоеИностранные языки
ИнформатикаИсторияКультураЛитератураМатематика
МедицинаМеханикаОбразованиеОхрана трудаПедагогика
ПолитикаПравоПрограммированиеПсихологияРелигия
СоциологияСпортСтроительствоФизикаФилософия
ФинансыХимияЭкологияЭкономикаЭлектроника

KYUHYUN’S POV

KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV | EUNHYUK’S POV | EUNHYUK’S POV | KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV | EUNHYUK’S POV |


Читайте также:
  1. KYUHYUN’S POV
  2. KYUHYUN’S POV
  3. KYUHYUN’S POV
  4. KYUHYUN’S POV
  5. KYUHYUN’S POV
  6. KYUHYUN’S POV
  7. KYUHYUN’S POV

Aku menghirup wangi yang menguar dari tubuhnya. Bersyukur karena aku sudah bisa menghirup udara lagi sekarang. Bersyukur karena aku bisa menatap wajah yang ada dalam genggamanku ini.

Aku menyentuh setiap bagian dari wajahnya. Matanya, hidungnya, pipinya, memastikan bahwa dia baik-baik saja. Setelah puas, aku membuka pintu mobil, menyuruhnya masuk. Lalu beberapa detik kemudian mobilku sudah meluncur keluar dari pelataran kampus.

“Bagaimana kau bisa melihatku tadi? Kan ramai sekali!”

Aku terdiam sesaat. Benar, bagaimana? Aku hanya melihat rambutnya sekilas dan langsung saja yakin bahwa itu dia.

“Entahlah,” jawabku.

Kami terdiam lagi selama beberapa saat.

“Kau tidak mau bertanya apa-apa lagi padaku?” tanyaku penasaran.

“Kau mau aku bertanya apa?” tanyanya balik.

Aku tertawa frustasi. Aku tidak pernah tahu apa yang dipikirkannya.

“Eun-Ji misalnya?” pancingku.

“Kau bilang kau tidak tertarik padanya, jadi aku percaya saja. Kalau sekarang kau tertarik ya itu urusanmu.”

Aku setengah mati penasaran sekarang bagaimana jalan pikirannya. Apa dia benar-benar sama sekali tidak keberatan aku jalan dnegan yeoja lain? Hal ini benar-benar membuatku sengsara!

“Kapan kau pulang?” tanyanya.

“Baru saja. Dari bandara aku langsung kesini,” jawabku ketus.

“Lalu mobil ini?”

“Eunhyuk yang mengantarnya.”

“Tumben.”

“Dia menjemput Ji-Yoo.”

“Oh,” gumamnya sambil memalingkan wajah ke jendela.

Aku nyaris meledak sekarang! Dia sama sekali tidak cemburu padaku tapi malah bereaksi seperti itu saat tahu Eunhyuk dekat dengan yeoja lain? Menyebalkan!

***

“Sudahlah eomma, aku kan sudah aku tidak punya hubungan apa-apa dengan gadis itu! Berhenti merecokiku seperti itu!” teriakku kesal.

Hye-Na sudah naik ke atas, kelihatannya sengaja meninggalkanku berdua dengan eomma. Aku rasa dia sedang tertawa senang sekarang mendengarku dimarahi eomma.

“Tapi kau kan tidak tahu bahwa istrimu stress mendengar itu semua! Dia nyaris tidak makan berhari-hari, dua hari yang lalu dia bahkan pulang ke rumah appanya.”

Stress gara-gara aku? Yang benar saja! Melihat reaksinya tadi dia bahkan tidak memedulikan perbuatanku sama sekali. Palingan dia stress karena Eunhyuk sedang menjalin hubungan dengan Ji-Yoo.

“Oke, oke, aku akan minta maaf padanya. Tapi sekarang aku capek, aku mau istirahat,” selaku seraya naik ke atas.

Aku membuka pintu kamar, mendapatinya sedang membaca novel di atas tempat tidur.

“Dua hari lagi kita pindah ke apartemenku.”

“Terserah saja,” ujarnya tak peduli tanpa mengalihkan sedikitpun tatapannya dari buku bacaan itu.

“Kenapa sih kau tidak ada bosan-bosannya membaca buku itu berkali-kali?”

“Karena Edward Cullen juga tidak pernah bosan mencintai Bella. Dia suami terbaik yang pernah ada. Paling menawan, paling brilian, paling mengerti dan paling penuh cinta.”

“Itu hanya novel, Hye-Na.”

“Anggap saja nyata. Kau jangan merusak imajinasiku!” serunya kesal.

“Kalau kau mau suami seperti itu, menikah saja dengannya!” bentakku marah.

“Oh, tentu saja, aku lebih suka suami vampir daripada namja tidak bermoral sepertimu!”

“Jadi aku tidak bermoral, begitu?”

“Oh, kau baru tahu? Kasihan sekali!” ejeknya.

“Baik, begitu rupanya. Kenapa kau tidak minta cerai saja sekalian?”

Dia berdiri murka di hadapanku, menatapku marah.

“Aku masih bisa pakai akal sehat. Aku menyayangi eommamu bahkan lebih daripada kau sendiri!” teriaknya lalu berbalik meninggalkan kamar.

Oh, jadi begitu? Dia bertahan hanya karena eomma? Apa aku sebegitu menyedihkannya?

***

Perang dingin ini berlangsung pada hari berikutnya. Eomma merecokiku terus-menerus, menyuruhku meminta maaf pada Hye-Na. memangnya ini salahku?

Untung saja keesokan harinya aku bisa pindah dari rumah itu, diiringi perpisahan menyayat hati antara eomma dan Hye-Na. Menjijikkan!

“Sering-seringlah datang kemari, temani eomma. Dan kau Kyuhyun, jangan terus-terusan mengganggu Hye-Na. Kasihan dia!”

“Bela saja terus!” seruku kesal sambil memasukkan koper-koper ke dalam mobil. Eunhyuk membantuku. Dia baru saja pindah kesini kemarin.

Setelah semuanya selesai, aku naik ke dalam mobil, memencet klakson keras-keras, mengakhiri acara tangis-taangisan mereka. Aku menggertakkan gigi melihat Eunhyuk mengacak-acak rambut Hye-Na. Sial!

Hye-Na masuk ke dalam mobil sambil melambaikan tangannya ke arah eomma dan Eunhyuk.

“Perpisahan yang mesra sekali!” ejekku sambil menginjak pedal gas. “Seolah-olah kau akan pindah ke Antartika saja.”

Dia mendelik ke arahku lalu memalingkan wajah, memilih mengacuhkan ucapanku.

***

HYE-NA’S POV

Kami menempati kamar terpisah sekarang, yang hanya semakin memperparah keadaan. Dia pergi pagi dan pulang larut malam. Kadang-kadang dalam satu hari aku bahkan tidak melihat wajahnya. Membuatku sengsara saja! Sudah cukup aku tidak mendengar suaranya, masa melihat wajahnya juga tidak bisa?

Sampai pada suatu pagi dia mendatangi kamarku.

“Bagaimana kalau hari ini kita gencatan senjata? Aku membutuhkanmu,” ujarnya.

Selama kata butuh dilibatkan, aku tidak peduli yang lainnya.

“Kenapa?” tanyaku heran.

“Ng… hari ini ada pesta untuk merayakan peluncuran album baruku sekaligus ulang tahun perusahaan dan kurasa akan lebih baik kalau kau ikut. Untuk memperbaiki imej-ku.”

Imej. Hanya untuk itu ternyata.

“Apa aku harus dandan?”

“Ya, sebaiknya. Aku jemput kau jam 7. Aku harus mengikuti acara lain siang ini.”

“Terserah,” ucapku, berusaha terkesan tidak peduli.

***

Aku menelepon Ji-Yoo, meminta bantuannya. Untung saja dia tidak punya pekerjaan siang ini.

Dia datang jam 4 sore, membawa dua helai gaun. Satu untuknya dan satu untukku, beserta peralatan make-upnya yang sangat lengkap.

“Kau mau berangkat bersama kami?” tanyaku menawarkan.

“Tidak. Eunhyuk akan menjemputku,” ujarnya tersipu.

Aku tersenyum. “Beruntung sekali Eunhyuk bisa mendapatkanmu,” komentarku.

“Dengan sedikit kesabaran tentunya,” guraunya seraya mengulurkan gaun berwarna peach ke arahku. Aku beranjak ke kamar mandi, mengganti bajuku.

“Cantik sekali!” serunya saat aku sudah berada dalam sudut pandangnya lagi.

Setelah itu dia mulai sibuk merias wajah standarku. Memolesnya di sehgala tempat. Dia membiarkan rambut ikalku tergerai lepas, memberikan sentuhan jepitan bunga yang manis di atasnya.

“Luar biasa!” ujarnya sambil tersenyum puas, mengagumi hasil karyanya sendiri.

“Aku tidak secantik itu, kau tahu!” protesku malu.

“Itu kan menurutmu! Tunggu sampai Kyuhyun melihatnya!”

***

Seperti janjinya, Kyuhyun menjemputku tepat jam 7. Dan seperti biasa, dia juga tidak berkomentar apa-apa melihat penampilanku. Ji-Yoo berangkat 15 menit yang lalu, dijemput Eunhyuk tentunya.

Aku meliriknya sekilas. Dia selalu terlihat sangat tampan jika memakai jas. Warna hitam itu terlihat sangat kontras di kulitnya yang putih. Menyilaukan.

Dua puluh menit kemudian dia membelokkan mobilnya masuk ke pelataran gedung hotel berbintang lima, membukakan pintu untukku lalu mengulurkan tangannya untuk kugandeng. Seandainya hubungan kami tidak seperti ini, aku pasti sudah menjadi yeoja paling bahagia di seluruh dunia.

Aku berjalan susah payah dengan sepatu berhak 15 sentiku. Dasar Ji-Yoo, apa dia mau membunuhku?

Tidak seperti biasa, dia sama sekali tidak kelihatan tidak sabar denganku. Sesekali dia malah memegangiku saat aku kesusahan menaiki tangga, sedangkan aku memilih berkonsentrasi agar tidak terengah-engah karena sentuhannya.

Ramai sekali di dalam dan ada begitu banyak artis yang datang. Mereka tampak mewah dan gemerlapan, membuatku merasa tidak seharusnya aku berada disini.

“Jangan gugup. Tenang saja, aku tidak akan melepaskanmu,” bisiknya di telingaku. Bukannya tenang, hembusan nafasnya malah membuyarkan konsentrasiku.

Aku nyaris menangis saat melihat Eun-Ji melangkah anggun ke arah kami. Sia-sia saja aku berdandan habis-habisan, mendekati kecantikannya pun tidak.

“Hai, Kyuhyun oppa! bagaimana kalu kita berdansa? Musiknya bagus, kesukaanmu, kan?” ujarnya dengan suara lembut, membuat namja manapun pasti akan terpesona olehnya. Tapi tidak kali ini, aku tidak akan membiarkan itu terjadi.

“Maaf, kalau kau belum tahu juga, aku akan memperjelasnya. Kyuhyun milikku. Jadi kalau kau mau berdansa dengannya, kau harus minta izin dulu padaku. Tapi kurasa tidak usah saja, toh aku tidak akan pernah sudi menyerahkannya padamu,” ujarku tajam.

Aku bisa mendengar Kyuhyun tertawa pelan di sampingku, merangkul pinggangku dari belakang. Aku bisa merasakan semua orang menatap kami, bahkan aku pikir para wartawan itu hampir meledak saking senangnya bisa mendapat berita baru.

Kyuhyun membungkuk, meletakkan dagunya di atas bahuku. Dia masih tertawa.

“Kau dengar, kan?” ujarnya senang. “Istriku melarangku. Jadi sudahlah, menyerah saja,” lanjutnya, membuat Eun-Ji berbalik dan meninggalkan kami dengan marah.

“Gomaweo,” bisiknya, membuatku terkesiap saat dia mengecup pipiku kilat. Oh, jangan besar kepala, Hye-Na, batinku memperingatkan diri sendiri. Dia hanya ingin memperbaiki imejnya saja!

***

Kami pulang hampir tengah malam. Aku melepaskan sepatuku, menjinjingnya dnegan tangan kiri. Kyuhyun membukakan pintu untuk kami. Merasa salah tingkah, aku baru akan memutuskan untuk langsung masuk ke kamarku, saat tiba-tiba saja dia sudah mencekal tanganku.

“Apa maksud perkataanmu tadi?” tanyanya sambil menatapku tajam.”

“Yang mana?” Aku balik bertanya bingung.

“Bahwa aku milikmu. Bahwa kau tidak sudi menyerahkanku pada siapapun.”

“Eh, itu… hanya agar dia tidak terus-terusan mengganggumu,” jawabku gugup.

“Dengar Hye-Na,” uajrnya tajam seraya menyentakkan tanganku, mendorongku sampai tersudut ke dinding. “Kau tahu? Aku memang tidak membabi-buta pada perasaanku. Aku mampu menahannya jika aku memang harus melakukannya. Tapi semua itu tidak lantas menjadikanku sebagai namja baik-baik. Mungkin kau menganggapku gila, atau mungkin juga aku sudah gila. Tapi tahukah kau sudah berapa kali aku membayangkan memelukmu? Ratusan! Walaupun aku tidak berusaha melakukannya dengan yeoja lain saking putus asanya. Jadi lain kali, lebih baik kau berhati-hati jika ingin memanas-manasi aku, mengerti?”

“Memanas-manasi bagaimana?” gagapku, merasa gugup dengan posisi kami yang terlalu dekat.

“Bersikap seolah-olah kau memberiku kesempatan, seolah-olah kau memang menginginkan aku.”

“Kesempatan apa?” tanyaku bingung. Aku bahkan nyaris tidak bisa berpikir waras sekarang.

Dia tidak menjawab, tapi malah menundukkan wajahnya ke arahku. Dengan dua tangan dia meraih wajahku, nyaris dengan kasar, dan tiba-tiba saja dia sudah menciumku, bibirnya yang tidak mau berkompromi melumat bibirku.

Benar-benar tidak ada alasan untuk perilakuku. Jelas-jelas mestinya aku tahu bahwa aku seharusnya mendorong tubuhnya. Tapi aku tidak bisa menahan diri untuk tidak bereaksi seperti dulu. Bukannya tetap diam dengan aman, lenganku malah terangkat dan memeluk erat pinggangnya.

Bibirnya menciumku dengan lebih ganas, tangannya menyelusup masuk ke dalam helai rambutku dan mendekap wajahku erat-erat. Aku membalas ciumannya, jantungku berdebar-debar tidak berirama saat nafasku memburu, berusaha mencari oksigen. Aku bisa merasakan tubuhnya yang menempel di tubuhku. Tangannya meraba wajahku, membuatku benar-benar kehilangan kendali atas diriku sendiri.

Satu tangannya meluncur menuruni punggungku, mendekapku lebih erat lagi ke dadanya. Lidahnya menjelajahi lekuk bibirku dengan lembut. Dia mengangkat tubuhku dari lantai agar tidak perlu bersusah payah membungkuk untuk menciumku.

Kemudian pikiran baru mulai melintas di benakku. Ini tidak mungkin berhenti hanya sampai disini. Kami hanya berdua, tidak ada yang akan menghentikan kami. Tidak dia ataupun aku.

Dia meraupku ke dalam gendongannya. Bibirnya masih menciumiku dengan antusias. Aku bisa mendengarnya membuka pintu kamar. Jantungku mulai berdetak lebih cepat dari sebelumnya.

Aku mendengar suara kain robek. Apa itu gaunku? Atau kemejanya? Aish, memangnya aku peduli?

TBC

 

HYE-NA’S POV

Aku terbangun kaget keesokan harinya saat menyadari ranjang di sampingku sudah kosong. Aku menarik selimut untuk menutupi tubuhku, merasakan luapan kegembiraan yang menggebu-gebu di sekujur tubuhku. Lalu sedikit rasa malu.

Aku meraih secarik kertas yang tergeletak di atas bantal.

 

Maaf, aku ada acara pagi ini, sengaja tidak mau membangunkanmu. Ah… dan terima kasih untuk malam terindah dalam hidupku….

-Kyuhyun-

Aku tersenyum membaca kalimat terakhir dalam suratnya. Manis sekali….

 

***

 


Дата добавления: 2015-11-14; просмотров: 41 | Нарушение авторских прав


<== предыдущая страница | следующая страница ==>
EUNHYUK’S POV| KYUHYUN’S POV

mybiblioteka.su - 2015-2024 год. (0.012 сек.)