Читайте также: |
|
Satu minggu itu begitu lama dan aku hampir mati karena tak bisa melihatnya. Dia tidak ada dimana-mana. Tidak ada keterangan izin, sakit, atau apapun. Sudah beribu-ribu kali aku menahan keinginan untuk tidak muncul di rumahnya. Meneriaki Ji-Yoo agar berhenti menasihatiku.
“Cukup, Ji-Yoo~ya! Aku kan sudah bilang ini demi kebaikannya!” dampratku untuk ketujuh kalinya dalam jangka waktu 3 jam.
“Kebaikan?!” jerit Ji-Yoo. “Kau bisa membunuhnya, Kyuhyun~a! Kita tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang. Kau benar-benar sudah tidak waras dengan mengikuti perkataan perempuan sialan itu!”
“Lebih baik begini! Aku tidak ingin dia jadi monster! Toh sebentar lagi dia akan berhasil melupakanku.”
“Melupakanmu?! Setelah kau merecoki hidupnya seperti itu kau pikir dia bisa melupakanmu?! Sampai mati pun tidak kurasa!”
“Lalu kau mau apa?” teriakku habis kesabaran.
“Setidaknya biarkan aku melihat keadaannya!”
“Jangan pernah lakukan itu!” ancamku.
***
Aku melihatnya. Bukannya lega aku malah tambah terpuruk. Dia benar-benar tampak berantakan. Wajahnya pucat seperti hantu. Rambutnya awut-awutan. Tubuhnya begitu ringkih dan lemah. Bahkan aku tidak yakin dia bisa selamat sampai di kelas dengan keadaan seperti itu. Dan benar saja, dia terkulai pingsan beberapa detik kemudian. Tapi bukan aku yang menangkap tubuhnya, bukan aku yang berada di sampingnya. Bukan aku….
***
HYE-NA’S POV
Aku berhenti mengonsumsi segala jenis makanan sejak saat itu. Tak memedulikan tubuhku yang begitu lemah, bahkan untuk berjalan sekalipun aku sudah tidak punya tenaga.
Aku begitu bersyukur ayahku sedang berada di luar negeri sekarang, sehingga dia tidak perlu ikut hancur melihat keadaanku yang seperti ini. Dulu aku sudah hancur, meskipun hanya sekedar retak. Tapi sekarang aku benar-benar pecah berkeping-keping, tak bisa disatukan lagi. Ada rongga besar di hatiku, menganga lebar dan kemungkinan besar tak bisa ditambal.
***
Hari ini aku memutuskan untuk pergi ke sekolah. Sudah cukup penderitaanku, sehingga tak perlu lagi ditambah dengan hukuman baru dari sekolah.
Setengah berharap, aku ingin melihatnya duduk di sampingku. Tapi belum sampai di kelas saja aku sudah kehilangan kesadaran. Saat terbangun lagi, aku melihat Eunhyuk duduk menungguiku.
“Kau sudah sadar!” serunya senang. “Pasti kau sudah berhari-hari tidak makan. Kau parah sekali Hye-Na~ya!”
Aku memalingkan wajah. Aku sedang tidak ingin direcoki siapapun sekarang.
“Kenapa tadi Kyuhyun diam saja saat kau pingsan? Menengok pun tidak. Malah sibuk dengan si Eun-Ji itu,” cerocosnya, sama sekali tidak memikirkan perasaanku.
“Bisakah kau keluar dari ruangan ini sekarang dan berhenti bicara? Aku muak melihatmu!” ujarku ketus.
“Setidaknya kau harus makan,” katanya sambil menunjuk bubur di atas meja.
Kesal, aku bangkit dari tempat tidur dan berlalu pergi dari ruangan itu tanpa menghiraukan panggilannya.
Aku masuk ke kelas, mencelos saat mendapati Chae-Rin sudah kembali duduk di sampingku, sedangkan Kyuhyun duduk di samping Eun-Ji di kursi paling belakang. Ji-Yoo sendiri tak tampak batang hidungnya.
Aku menghempaskan tubuh lemahku ke atas kursi, sama sekali tak tertarik melihat guru Kimia-ku yang mengajar penuh semangat.
Mati kau Eun-Ji! Kutukku dalam hati.
***
Дата добавления: 2015-11-14; просмотров: 48 | Нарушение авторских прав
<== предыдущая страница | | | следующая страница ==> |
KYUHYUN’S POV | | | KYUHYUN’S POV |