Студопедия
Случайная страница | ТОМ-1 | ТОМ-2 | ТОМ-3
АрхитектураБиологияГеографияДругоеИностранные языки
ИнформатикаИсторияКультураЛитератураМатематика
МедицинаМеханикаОбразованиеОхрана трудаПедагогика
ПолитикаПравоПрограммированиеПсихологияРелигия
СоциологияСпортСтроительствоФизикаФилософия
ФинансыХимияЭкологияЭкономикаЭлектроника

KYUHYUN’S POV

Kyuhyun’s POV | KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV |


Читайте также:
  1. KYUHYUN’S POV
  2. KYUHYUN’S POV
  3. KYUHYUN’S POV
  4. KYUHYUN’S POV
  5. KYUHYUN’S POV
  6. KYUHYUN’S POV
  7. KYUHYUN’S POV

Huh, dia benar-benar tahu kelemahanku! Tentu saja aku tidak sanggup meninggalkannya. Aku hanya menggertaknya tadi, berharap dia berubah pikiran. Sialnya, gadis ini benar-benar keras kepala!

Bisa saja aku mengulur-ulur waktu sampai batasnya habis. Tapi sepertinya dia lebih cerdik dari dugaanku. Benar-benar bersemangat ingin jadi monster.

“Terserah kau sajalah!” putusku.

“Oh, itu artinya kau resmi jadi milikku sekarang?” serunya girang.

Aku hanya terdiam, masih terpesona melihatnya.

“Aku benar, kan?” tanyanya memastikan.

“Aku milikmu,” ucapku tanpa sadar. Matanya benar-benar membuatku kehilangan akal sehat.

“Hah, beruntungnya aku, punya pacar tertampan di muka bumi.”

“Pembicaraan ini benar-benar merugikan!” kataku dengan nada sok serius.

“Benarkah?” Dia terduduk lunglai di atas kursi sambil menatapku tak percaya.

“Apa?” tanyaku, tambah bersemangat menggodanya.

“Kau bercanda, ya? Kau tidak benar-benar mencintaiku?” rajuknya.

Aku mengulurkan tangan, member isyarat agar dia duduk di pangkuanku. Dia menurut. Jemarinya yang lentik menyambut uluran tanganku.

Aku menatap matanya, menelusuri struktur wajahnya dengan telunjukku. Dia benar-benar jelmaan wanita terindah yang pernah kulihat. Sangat menyilaukan.

Aku bisa merasakan tangannya menelusup masuk ke dalam rambutku, tak berniat menghentikannya. Toh dia tidak akan melakukan apa-apa. Ini belum tanggal 15.

Dari jarak sedekat ini aku bisa mencium wangi rambutnya, mendengar detak jantungnya yang keras dan cepat dan nafasnya yang terengah-engah. Mensyukuri bagaimana pesonaku berdampak besar pada jaringan tubuhnya.

“Kenapa kau tidak menjawab?” tanyanya setelah beberapa lama. Kelihatannya dia sudah bisa mengontrol pita suaranya lagi.

“Apa aku kurang begitu agresif menunjukkan rasa cintaku padamu?”

“Menurutmu?”

Wajahnya sudah begitu dekat sekarang. Kedua tangannya dikalungkan di leherku. Oh, sudah cukup! Aku bukan orang yang mempunyai cukup banyak kosakata untuk menggambarkan bagaimana parahnya dia merusak seluruh jaringan syarafku.

“Kau sedang menggodaku, Na-Ya?”

“Tidak. Sekarang bukan tanggal 15, oppa,” bisiknya. Nafasnya yang segar berhembus di wajahku.

Dia mengangkat tangannya untuk membelai wajahku, tapi aku menahannya, membuatnya mengernyitkan kening heran. Lalu aku mendorongnya menjauh.

“Sudah cukup main-mainnya, Na-Ya. Kau tidak bisa menyalahkanku kalau aku hilang kendali!”

“Tapi tadi kau boleh membelai wajahku!” protesnya.

“Aku angkat topi untuk pengendalian dirimu. Aku laki-laki, Na-Ya. Aku juga punya nafsu.”

“Itu tandanya kau normal!” sergahnya.

“Aku pulang,” tegasku.

Dia menatapku kesal. Seolah-olah aku begitu tak adil padanya. Membuatku merasa sangat bersalah seakan-akan aku baru saja membunuh seseorang.

“Aku akan kesini lagi besok,” ujarku, berharap dia sedikit tersenyum.

“Besok ayahku tidak ada,” ucapnya ketus.

“kalau begitu kau saja yang ke rumahku.” Aku masih tetap berusaha melakukan apa saja agar dia tersenyum lagi. Nanti saja aku urus konsekuensinya kalau dia mengiyakan. Tapi aku pikir dia pasti akan sangat menyukai gagasanku tadi.

“Dengan syarat kau bisa memastikan bahwa Ji-Yoo tidak mampir ke rumahmu, disengaja ataupun tidak,” katanya memperingatkan, seolah bisa membaca pikiranku. Aku memang baru saja berencana mengundang Ji-Yoo ke rumah, mengantisipasi terjadinya sesuatu. Tiba-tiba aku menyesali gagasan bodohku tadi.

“Baiklah,” keluhku.

Lalu dia tersenyum, membuat mataku lagi-lagi terkunci di wajahnya. Berkonsentrasi menatap mukjizat pribadiku. Tak mempedulikan lagi penyesalanku tadi.

Kemudian setengah sadar aku menunduk, menjulurkan tubuh untuk mengecup pipinya yang kontan merah padam saat tersentuh bibirku. Aku mengingatkan diri untuk sering-sering melakukannya. Wajahnya manis sekali saat sedang tersipu. Untung saja aku tidak langsung kejang-kejang saking terpananya.

“Samapi besok, Na-Ya.”

***

HYE-NA’s POV

Ingatkan aku untuk tidak membasuh muka! Dia benar-benar…. Ugh, setelah melakukan itu dia langsung menghilang. Tanganku hanya menggapai angin saat berusaha menjangkaunya.

Aku sudah duduk di depan cermin sejak dia pulang 3 jam yang lalu. Mematut-matut wajahku yang menurutku biasa saja, sama sekali tidak cantik, tapi berhasil membuat pria tertampan di bumi ini tergila-gila.

Aku masih bisa merasakan bibir lembutnya yang ragu-ragu saat mengecup pipiku. Itu pertama kalinya aku membiarkan seorang pria menyentuhku. Aku memang tidak pernah berdekatan dengan pria manapun selama ini. Semuanya serba pertama. Cinta, detak jantung yang berantakan, nafas yang tidak terkontrol. Semuanya. Aku harus ingat untuk mengambil nafas secara teratur saat berdekatan dengannya. Tapi sialnya, aku selalu lupa bagaimana caranya.

“Kyuhyun. Cho Kyuhyun….” Gumamku.

Semoga ayahku tidak tahu bahwa anaknya sudah benar-benar gila!

TBC

HYE-NA’S POV

Aku bangun terlambat keesokan paginya. Terlalu sibuk menghayal sampai aku tidak bisa memejamkan mata.

Aku datang tepat lima menit sebelum bel masuk berbunyi, bergabung dengan kerumunan murid-murid lain yang juga baru datang, saat tiba-tiba saja dia muncul di hadapanku entah dari mana.

Dia nyengir menatapku dan mulai mengacak-acak rambutnya seperti biasa. Dia berjongkok di depanku dan tangannya dengan cekatan mengikatkan tali sepatu ketsku yang terlepas, diiringi tatapan murid-murid yang dengan senang hati menghentikan langkah mereka untuk memperhatikan kami berdua.

“Lain kali ikat yang kuat. Kalau kau jatuh bagaimana?” tanyanya lembut.

Aku hanya bisa terperangah menatapnya, menurut saja saat dia menggenggam tanganku dan menarikku ke dalam kelas, bertepatan dengan bel yang berbunyi nyaring.

Aku duduk di sebelahnya, tak peduli dengan wajah tololku yang menatapnya kagum.

“Kita pacaran, kan?” tanyaku memastikan.

Dia mengangguk.

“Sudah boleh melakukan apa saja, kan?”

“Mungkin,” ujarnya waspada.

“Tenang saja, tuntutanku yang pertama masih berlaku, sayang saja sekarang belum tanggal 15. Aku hanya ingin kau berjanji bahwa tidak ada wanita lain selain aku. Aku kan jelek, jadi semua gadis disini menungguku melakukan kesalahan yang cukup besar agar kau mencampakkanku. Aku tahu ini kedengarannya egois, tapi aku baru sekali ini jatuh cinta, terperosok dalam pula, jadi belum siap terluka,” ucapku malu.

“Siapa bilang kau jelek?” tanyanya, membuatku lagi-lagi tertunduk malu.

“Bagiku Na~ya, kau adalah karya Tuhan yang paling indah. Bukankah manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna? Lagipula, sebesar apapun kesalahan yang mungkin akan kau perbuat, tidak ada cukup cara untuk membuatku meninggalkanmu. Jadi tenang saja, tidak ada gadis yang cukup menarik di atas dunia ini untuk membuatku berpaling.”

Lagi-lagi dia tersenyum, menenangkan hatiku.

“Tarik nafas, Na~ya,” bisiknya. Harum nafasnya membelai-belai wajahku.

Oh, sial! Lagi-lagi aku lupa bagaimana tepatnya paru-paruku harus bekerja memompa udara.

Pembicaraan kami terputus karena guru Kimia sudah masuk, membuatku mempunyai banyak waktu untuk memutar ulang percakapan kami tadi di dalam benakku. Aku masih memikirkan kemungkinan bahwa pacarku ini buta. Aku cantik? Hah, yang benar saja!

 

***

 


Дата добавления: 2015-11-14; просмотров: 66 | Нарушение авторских прав


<== предыдущая страница | следующая страница ==>
KYUHYUN’S POV| KYUHYUN’S POV

mybiblioteka.su - 2015-2024 год. (0.019 сек.)