Читайте также: |
|
Demi Tuhan! Apa yang diucapkannya baarusan?
“Na-Ya, kau masih waras, kan?”
“100%.”
“Aku….”
“Oh, tenang saja oppa, aku belum gila,” potongnya. “Hanya mengungkapkan perasaan saja.”
“Tapi….”
“Masa kau menolakku? Kau masih punya waktu 4 bulan untuk memikirkannya, aku tidak buru-buru,” bujuknya.
“Aku memang tergila-gila padamu, tapi kau masih berhak mendapatkan pria lain yang lebih normal dariku.”
“Tapi menurutku satu-satunya hal yang eksis di bumi hanya kau!”
Apa lagi sekarang? Gadis ini benar-benar sudah gila!
“Na-Ya, kau tidak tahu apa yang akan menimpamu. Mungkin kau melihat aku dan Ji-Yoo baik-baik saja, tapi itu hanya kulit luar, Na-Ya.”
“Kalau kau dan Ji-Yoo bisa bertahan kenapa aku tidak?” tuntutnya.
Aku hanya bisa mengeluh putus asa dengan kengototannya.
“Lagipula oppa, hari ulang tahunku yang ke-17 akan menjadi malapetaka seumur hidup kalau kau mati,” lanjutnya lagi.
Aku geleng-geleng kepala melihatnya.
“Nikmati saja! Hidup itu tidak mudah, kan?” ujarnya nyengir.
“Boleh nanti malam aku ke rumaahmu? Kita harus membicarakan ini,” ucapku serius.
“Jam berapa?”
“Jam berapa ayahmu ada di rumaah?” tanyaku balik.
“Biasanya jam 7. Memangnya kenapa?”
“Aku kesana jam segitu.”
“Tapi kenapa harus ada ayahku?”
“Oh, bukankah lebih baik ada ayahmu untuk menghindari hal-hal yang tidak dinginkan?”
“yang benar saja!” tukasnya.
“Masalahnya Na-Ya, akan sangat sulit sekali mengendalikan diri kalau kita hanya berdua.”
“Bagus sekali! Jadi tanggal 15 besok aku akan membuatmu kehilangan kendali!”
***
HYE-NA’S POV
Aku melenguh kesal. Aku sudah mengacak-acak lemariku sejak pulang sekolah tadi, tapi tetap saja tidak ada satu baju pun yang pantas kukenakan nanti. Benar-benar terlambat untuk menyesal karena keteledoranku yang tidak pernah memperhatikan penampilan. Apa sekarang? Bajuku hanya kaus oblong dan celana jins belel. Tidak ada pilihan lain.
Aku mengambil tank-top hitam dan pashmina kesukaanku. Satu-satunya baju bagus yang aku punya. Kalau kau mau tahu, aku tak pernah keluar rumah, makanya tidak punya baju bagus.
Aku memadukan keduanya dengan bawahan celana jins pendek. Oh ya sudahlah, toh dia tidak akan komentar. Jadi kenapa harus aku yang repot?
Aku membiarkan rambutku tergerai dan member bandana di atasnya. Memakai make-up tipis seperti biasa, tidak berniat untuk berdandan habis-habisan. Kalau dia memang menyukaiku, seharusnya dia mau menerimaku apa adanya.
Tapi kali ini aku melepas kacamata tebalku. Sebenarnya mataku normal-normal saja, hanya ingin memberi kesan bahwa aku orang yang jenius. Hahaha….
Hmmmmfh… satu masalah selesai tapi masalah lain datang. Aku terlalu gugup!!!!!!!!!! Keringat dingin mulai membasahi tubuhku. Aku meremas-remas tanganku cemas sambil melihaat ke pagar rumah. Aku duduk di teras, berharap bisa melihat kedatangannya.
10 detik lagi, batinku sambil melirik jam tangan. Itu kalau dia tepat waktu.
5, 4, 3, 2, 1….
Tiba-tiba saja dia sudah berdiri di depan pagar rumahku. Dia mengacak-acak rambutnya sambil nyengir.
“Maaf, aku tidak tahu kau menunggu disini. Apa aku mengejutkanmu?” tanyanya sopan.
Aku menggeleng pelan, sudah terpesona lagi dengan ketampanannya.
“Kita serasi sekali, Na-Ya,” bisiknya di telingaku.
Aku menatapnya, memperhatikan penampilannya dengan cermat. Jujur saja, aku sebenarnya tidak pernaah memperhatikan apa yang dipakainya. Terlalu sibuk dengan wajahnya kurasa. Oh, kalau kau jadi aku, 100% matamu tidak akan tertarik lagi kepada hal lain, kecuali wajahnya.
Ngomong-ngomong serasi, warna baju kami sama. Dia memakai kemeja hitam dan celana jins. Dan rambutnya, aku suka sekali dengan caranya menyentuh rambut, keren sekali kelihatannya.
Lalu aku menatap matanya lagi, mata yang sedang menatapku terpesona.
“Mana kacamatamu?” tanyanya selama beberapa saat.
“Eh, mataku normal sebenarnya. Boleh Tanya sesuatu?”
Dia mengangguk.
“Kau lebih suka penampilanku yang mana?”
“Aku menyukaimu, jadi tidak akan pernah peduli seperti apapun penampilanmu. Mau kau acak-acakkan atau seperti nenek-nenek tua yang sudah reyot sekalipun, kau tetap akan kelihatan cantik di mataku. Aku suka jiwamu Na-Ya, termasuk raga yang membungkusnya. Tapi….”
“Apa?” tanyaku setengah sadar. Meleleh mendengar ucapannya.
“Bisakah besok kau pergi sekolah dengan penampilan seperti biasanya? Aku tidak ingin ada namja yang tiba-tiba menyadari kecantikanmu kemudian tertarik dan berhasil mencuri hatimu. Aku tidak ingin ada tandingan.”
Aku tertawa mendengar ucapannya. Setengah tak sadar sebenarnya. Polos sekali dia!
“Hei, oppa, walau ada tandingan sekalipun, aku pastikan 100% kau yang menang.”
“Tak tahu apa kau memang tolol atau memang benar-benar polos, mana ada orang yang lebih memilih monster daripada manusia normal?”
“Kau normal-normal saja menurutku.”
“Mengenyampingkan fakta bahwa aku bisa saja membunuhmu.”
“Banyak orang yang bisa membunuhku,” tukasku.
“Kau benar-benar keras kepala, Na-Ya!”
“Terima kasih,” ujarku nyengir.
“Mana ayahmu?”
“Di luar kota,” jawabku enteng.
“Kau tidak bilang!” desisnya marah.
“Kau hanya bertanya padaku jam berapa ayahku ada di rumah, lalu aku jawab jam 7 karena memang biasanya seperti itu. Tapi kau tidak bertanya apakah ayahku ada di rumah atau tidak.”
“Kau curang,” tuduhnya.
“Kau juga.”
Kyuhyun hanya diam.
“Kau tidak akan pulang, kan?” tanyaku cemas.
“Tidak, karena kita perlu bicara.”
“Baguslah!” ujarku lega. “Masuk?”
“Tidak, Na-Ya,” katanya memperingatkan.
“Oh, ya sudah. Aku hanya menawarkan,” ucapku sambil mengangkaat bahu.
Dia duduk di atas kursi, mencondongkan diri ke arahku. Dia pasti kelihatan mencolok sekali jika ada orang yang lewat di depan rumahku.
“Kita mau bicara apa?” tanyaku polos.
“Hidupmu.”
“Memangnya hidupku kenapa?”
“Tak sadarkah kau bahwa kau baru saja membahayakn nyawamu dengan memutuskan untuk jatuh cinta padaku?”
“Betul satu dari dua. Aku memang mencintaimu tapi tidak membahayakan hidupku.”
“Yang benar saja!” ejeknya.
“Lalu kau mau apa?” tukasku.
Dia menarik nafas panjang dan menatapku lekat-lekat.
“Bisakah kau tidak memintaku untuk menciummu?”
“Tidak,” tegasku.
“Ayolah, Na-Ya!”
“Aku bilang tidak ya tidak! Lagipula apa susahnya sih menciumku? Apa itu sangat menjijikkan untuk dilakukan?”
“Aku tidak ingin membunuhmu.”
“Siapa bilang kau membunhku? Kau hanya menjadikanku curare lalu dalam waktu beberapa tahun, jika berhasil, aku akan menjadi manusia lagi.”
“Itu kalau kau berhasil”
“Kalau tidak aku hanya akan mati. Setidaknya aku punya kenangan pernah bertemu denganmu, sedikit mengurangi rasa sakit menjelang kematian kurasa.”
Dia baru mau membuka mulut saat aku memotong ucapannya.
“Permintaanku tidak bisa diganggu gugat!” tegasku.
“Kalau begitu mudah saja Na-Ya, aku akan meninggalkanmu.”
“Oh, ya? Kita lihat saja nanti!” seruku pede. “Lagipula oppa, aku tidak yakin kau sanggup,” bisikku di telinganya.
***
Дата добавления: 2015-11-14; просмотров: 49 | Нарушение авторских прав
<== предыдущая страница | | | следующая страница ==> |
KYUHYUN’S POV | | | KYUHYUN’S POV |