Студопедия
Случайная страница | ТОМ-1 | ТОМ-2 | ТОМ-3
АрхитектураБиологияГеографияДругоеИностранные языки
ИнформатикаИсторияКультураЛитератураМатематика
МедицинаМеханикаОбразованиеОхрана трудаПедагогика
ПолитикаПравоПрограммированиеПсихологияРелигия
СоциологияСпортСтроительствоФизикаФилософия
ФинансыХимияЭкологияЭкономикаЭлектроника

KYUHYUN’S POV

KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV | KYUHYUN’S POV |


Читайте также:
  1. KYUHYUN’S POV
  2. KYUHYUN’S POV
  3. KYUHYUN’S POV
  4. KYUHYUN’S POV
  5. KYUHYUN’S POV
  6. KYUHYUN’S POV
  7. KYUHYUN’S POV

Sudah hampir 30 hari. 1 jam lagi tepatnya. Tapi dia bahkan belum terbangun juga. Ada yang ingin kukatakan padanya sebelum aku berubah menjadi manusia dan melupakan segalanya. Aku harap ada sedikit keajaiban, karena biasanya minimal para curare baru bangun tepat 30 hari setelah masa transformasi. Aku harap ada pengecualian untuk yang satu ini.

Aku menatap wajahnya yang rupawan. Menyentuh kulitnya yang lembut. Tidak ada perubahan pada fisiknya, tentu saja. Yang berubah hanyalah kenyataan bahwa dia tidak memiliki organ tubuh apapun sekarang.

“Na~ya… ireona (bangunlah)…” bisikkku di telinganya. Dan tetap saja tidak ada respons sedikit pun.

Tinggal 30 menit lagi, batinku dalam hati. Kalau dia tidak bangun….

Mendadak aku melihat kelopak matanya perlahan membuka, mengerjap-ngerjap dalam kegelapan. Matanya menatapku kagum lalu sedetik kemudian tubuhnya sudah berada dalam pelukanku. Keajaiban itu benar-benar terjadi akhirnya.

“Aku bisa melihat semuanya!” ujarnya terpesona, mengagumi penglihatan barunya yang tajam. Itu memang salah satu kelebihan yang dimiliki semua curare. “Semuanya benar-benar jelas, bahkan dalam kegelapan!” serunya, tak bisa menyembunyikan nada takjub dalam suaranya.

Tiba-tiba dia melepaskan pelukannya, menatapku heran.

“Masih 20 menit lagi,” ujarku menjelaskan.

Dia terbelalak melihatku, mengumpat pelan.

“Selalu saja terlambat,” keluhnya.

“Yang penting bisa,” ujarku menenangkan.

Aku mempelajari reaksi yang terpancar di wajahnya. Memprediksi bagaimana respons yang akan diberikannya jika aku berhasil mewujudkan keinginanku.

“Boleh aku melakukan sesuatu?” pintaku, yang sedetik kemudian diikuti anggukan kepalanya.

 

***

 

HYE-NA’S POV

Dia menarikku berdiri, kemudian berlutut dengan satu kaki di hadapanku. Mendadak aku merasakan darah membanjiri wajahku, membuatnya memerah. Aku tahu apa yang akan dilakukannya.

“Aku… tidak terbiasa dengan semua ini sebenarnya. Ng… jadi tolonglah… bantu aku untuk melakukannya dengan benar,” katanya.

Aku mengangguk. Dia menggenggam tanganku dengan lembut. Belum-belum aku sudah meleleh dibuatnya.

“Mungkin aku bukan pria yang benar-benar tepat untukmu. Bukan pria yang bisa merayu atau memujimu setiap saat. Tapi aku adalah pria ini, yang akan langsung berlutut melamarmu. Aku pria ini, yang tidak akan terkalahkan dalam hal mencintaimu. Pria yang sekali lihat langsung tahu bahwa kau adalah satu-satunya wanita yang diinginkannya.”

“Pertemuan pertama kita mungkin sama sekali tidak berkesan untukmu, tapi sejak saat itulah rasanya sulit sekali membayangkan hidup tanpamu. Karena hidup tanpamu sama sekali bukan hidup.”

“Aku mencintaimu, Na~ya, kalau kau belum percaya juga. Aku mencintai dirimu yang sekarang. Kalaupun berubah, kau hanya menjadi lebih dari yang sudah lebih. Untukku, kau sudah lebih dari cukup.”

Aku tak tahu bagaimana bisa aku masih berdiri sekarang. Syukurlah aku tidak sampai terjatuh saking syoknya.

Dia mengeluarkan kotak kecil dari dalam saku celananya lalu tersenyum menatapku.

“Hari ini, dan ribuan hari nanti, aku akan setia menunggumu. Menunggu hari-hari indah tanpa sedetik pun terpisah darimu. Menunggu setiap pagi terbangun di sampingmu.Menunggu setiap malam tertidur dalam pelukanmu. Menunggu menua bersamamu. Sama sekali tidak keberatan jika aku harus menunggu seumur hidupku. Dan… Na~ya… aku ingin meminjam hatimu, kalau bisa untuk selamanya. Jika kau sudah siap, maukah dengan segala hormat kau menemaniku seumur hidupmu?”

Tanpa sadar air mata sudah mengalir jatuh di pipiku. Keberuntungan seperti apa ini? Benar-benar berlebihan.

Aku menatap matanya yang bersinar-sinar dengan sorot kebahagiaan. Aku tahu, dia benar-benar mencintaiku. Tak peduli bahwa 10 menit lagi dia akan melupakanku, dia tetap saja ingin membahagiakanku.

Sesaat kemudian aku mengangguk, lalu dengan cepat dia memasangkan cincin itu ke jari manisku. Dia bangkit sambil tertawa lebar menatapku, membuatnya yang sudah benar-benar sangat tampan, menjadi seratus kali lebih tampan.

Aku menatap cincin itu kagum. Benar-benar indah. Dan aku menyadari ada ukiran di sepanjang lingkarannya.

Plus que hier, moins que demain,” ejaku.

Aku memandang Kyuhyun, menuntut penjelasan.

“Derajat cintaku,” ujarnya ringan. “Lebih dari kemarin, kurang dari esok,” katanya sambil menarik tubuhku mendekat.

Aku bisa merasakan wangi nafasnya di wajahku, tidak sabaran menunggunya mewujudkan keinginan terbesarku.

“Jangan cari gara-gara, oppa!” desisku geram.

Dia tertawa geli lau sedetik kemudian bibirnya sudah melumat bibirku dengan ganas. Tak terbayangkan bagaimana dia bisa bertahan selama ini. Pengendalian dirinya patut diacungi jempol.

Aku sama sekali tidak bisa ditolerir dalam hal ini. Aku menelusupkan tanganku di helai rambutnya yang lembut, menikmati berbagai sensasi yang hadir. Bisa dibilang sama ganasnya dengan dia.

Dia membaringkan tubuhku ke atas tempat tidur tanpa berhenti menciumku. Tapi tangannya sama sekali tidak macam-macam, hanya menelusup di rambutku, walaupun aku sama sekali tidak keberatan sebenarnya. Sepertinya dia hanya ingin lebih leluasa untuk menciumku.

Dia melepaskanku sesaat untuk mengambil nafas. Nyengir menatapku yang sudah kacau balau karena perbuatannya. Aku sama sekali tak butuh oksigen sebenarnya, paru-paru saja tak punya!

Aku menariknya lagi ke arahku, tapi kali ini hanya sebentar. Dia mengecup bibrku lembut lalu berbisik, “Han Hye-Na… saranghae….”

Dan sedetik kemudian dia menghilang….

 

***

 

“Hye-Na~ya, ireona!”

Aku mendengar suara Ji-Yoo yang begitu semangat. Tangannya mengguncang-guncang tubuhku.

“Mwo?” tanyaku serak sambil bangkit dan duduk menghadap Ji-Yoo.

Ji-Yoo menatapku, mengeluarkan siulan menggoda.

“Sudah sampai sejauh mana?” tanyanya, membuat wajahku memerah menyadari arah pembicaraannya itu.

“Bibirmu… ehm… bengkak sekali, Hye-Na~ya. Ternyata Kyuhyun parah juga, ya!!” lanjutnya sambil terkekeh geli.

“Dia melamarku…” ujarku lalu menjulurkan tangan kiriku padanya, menunjukkan cincin itu.

Dia mengamatinya dengan kagum.

“Lebih dari kemarin, kurang dari esok. Hmmmh… sebenarnya seberapa besar cintanya padamu?” katanya sambil geleng-geleng kepala.

“Ngomong-ngomong, sebenarnya kau sudah menikah dengannya, Hye-Na~a.”

Aku mengerutkan kening tak mengerti.

“Ciuman dalam dunia curare berarti pernikahan, kalau kau belum tahu,” jelasnya, membuat wajahku memanas. Dan tiba-tiba saja pikiran itu melintas di benakku.

Hye-Na… Cho Hye-Na….

 

***

 

Aku sedang mencari-cari pena di atas meja saat mataku melihat sehelai kertas yang tergeletak begitu saja di samping tempat tidur. Aku membukanya dan langsung tersenyum menatap sederet tulisan yang tertulis di atasnya.

 

Sayang…

Di kehidupan selanjutnya, aku ingin menjadi belahan jantungmu lagi… lalu aku pasti akan menjadi suami yang baik yang akan kucintai…

Aku mencintaimu, Na~ya… sangat… sehingga nanti tidak akan pernah ada saat dimana kau berpikir untuk meninggalkanku…

Terima kasih, karena kau telah bersedia merelakan hari-harimu untuk menemaniku…

Maaf, aku mencintaimu….

 

***

 

Keesokan harinya Ji-Yoo mengajariku banyak hal. Sekarang aku tinggal di rumah Kyuhyun, Ji-yoo juga pindah untuk menemaniku. Walau sebenarnya kehadiran Ji-Yoo sama sekali tidak membantu hari-hari membosankanku tanpa Kyuhyun.

Aku sudah mahir berpindah-pindah tempat sekarang. Menyebalkan ternyata, karena kita tidak bisa muncul di tempat yang kita inginkan jika kita tidak tahu alamat lengkapnya atau kita tidak bisa mengingat dengan tepat bagaimana bentuk tempat itu. Aku juga diajarkan cara membunuh. Cara menghujamkan kuku-kukuku ke tubuh the sweetest rose. Benar-benar mengerikan!!

Aku memilih Tokyo sebagai tujuan pertamaku. Sama seperti tempat dimana Kyuhyun menemukan organ vital pertamanya dulu. Taapi hasilnya nihil. Setiap hari seperti ini, lama-lama bisa terasa sangat membosankan.

Sekarang aku sedang berkeliaran di jalanan Paris yang begitu ramai oleh pasangan-pasangan kekasih. Membuatku sebal saja! Aku berbalik ke arah yang berlawanan dengan jalan menuju menara Eiffel itu. Keluar masuk kafe dan restoran, berharap menemukan sesuatu. Merasa jenuh, aku memutuskan pergi ke Amerika. Sedikit menyesal karena tidak tahu alamat Robert Pattinson. Dulu berharap bertemu dengannya hanya bisa jadi khayalan, tapi sekarang saat semuanya menjadi mungkin, aku sama sekali tidak tahu dimana alamatnya! Benar-benar menyebalkan!

Aku masih merutuk dalam hati saat tiba-tiba semburat harum mawar itu memenuhi rongga hidungku. Wanita yang sedang menggendong anak itu! Tegakah aku membunuhnya?

Dan tiba-tiba saja hatiku mencelos. Ini baru tanggal 18….

 

***

 

Jika aku masih punya jantung sekarang, pasti aku sudah terkena stroke saking kagetnya. Tahu tidak, Eun-Ji sedang berdiri di hadapanku!

“Ng… hai… boleh aku masuk?” tanyanya dengan nada ramah, membuat perasaanku semakin tidak enak.

Aku menyingkir dari depan pintu, membiarkannya masuk ke ruang tamu. Mendadak kenangan waktu itu kembali menghantamku. Saat dimana aku berpikir bahwa Kyuhyun meninggalkanku untuk bidadari ini.

“Tidak usah takut, Hye-Na. aku sama sekali tidak akan mencelakaimu. Aku hanya ingin bicara. Boleh, kan?”

Dia berbicara sambil tersenyum, membuatku sadar, bagaimanapun semua wanita di dunia ini berusaha untuk berdandan habis-habisan, sama sekali tidak ada gunanya jika pada akhirnya mereka semua harus berada dalam satu ruangan dengan gadis ini.

Aku menghempaskan tubuhku ke atas sofa di depannya, mempersiapkan diri untuk mendegar segala macam bentuk caciannya.

“Selama ini aku berpikir bahwa aku adalah wanita tercantik di atas dunia ini, tidak ada satu wanita pun yang bisa menandingiku. Walaupun mereka berusaha, pada akhirnya mereka akan menyerah kalah begitu saja. Selama ini aku masih bisa tahan mendengar semua penolakan Kyuhyun oppa terhadapku, karena juga tidak ada wanita lain yang bisa menarik perhatiannya. Tapi akhirnya kau datang, membuat matanya buta pada hal lain selain kehadiranmu.”

“Aku sangat mencintainya, Hye-Na~a. Sangat. Tapi aku sadar bahwa aku kalah. Tatapannya… caranya menatapmu seolah-olah kau adalah wanita terakhir di atas dunia ini, seolah-olah dia rela dirajam demi nyawamu, seolah-olah neraka itu adalah surga jika kau ada di dalamnya. Aku kalah, Hye-Na~a…. Untuk pertama kalinya aku menderita kekalahan oleh wanita sepertimu….”

“Tapi kau juga mencintainya…. Kau bertingkah seolah-olah dia adalah pusat seluruh tata surya. Aku pikir awalnya hanya karena ketampannya yang keterlaluan itu, tapi di balik itu semua kau bahkan rela menyerahkan nyawamu untuk mempertahankan eksistensinya. Lagi-lagi aku terpuruk dalam kekalahan.”

“Aku hanya ingin berterima kasih dengan sangat karena kau telah menyelamatkan nyawanya. Terima kasih, Hye-Na~a…. Terima kasih.”

Dia menatapku dengan sorot kebahagiaan, dimana aku untuk pertama kalinya menyadari bahwa dia benar-benar adalah seorang bidadari dengan segala kesempurnan fisik maupun hatinya.

“Mungkin kau masih bertanya-tanya dalam hati kenapa aku melepaskanmu begitu saja sedangkan dulu aku malah sudah membunuh seorang gadis untuk memuluskan jalanku mendapatkan Kyuhyun oppa. iya, kan?”

Aku mengangguk, sedikit syok. Kyuhyun memang sudah pernah bilang bahwa Eun-Ji mempunyai kelebihan dalam hal mengorek informasi dari seseorang, tapi kalau dia tiba-tiba saja memperlihatkannya padaku seperti ini, tetap saja aku syok.

“Aku hanya mempertahankan diri saja sebenarnya waktu itu. Ternyata gadis penjaga toko itu benar-benar terobsesi pada Kyuhyun oppa, mengikuti Kyuhyun oppa kemana-mana. Dan dia menganggap aku sebagai saingan terberatnya lalu memutuskan menyusun rencana mulia untuk membunuhku. Itu bukan masalah sebenarnya, tapi kau tahulah kalau aku sedikit sulit untuk mengontrol emosi. Aku hanya mendorongnya sedikit tapi dia malah terbang membentur dinding. Itu sedikit bisa ditolerir, kan?”

Aku tersenyum dan mengangguk.

“Jadi… kita sudah bisa berhubungan baik kan sekarang?” tanyaku yang langsung disambut dengan senyuman lebar di bibirnya.

 

***

 

Aku mengajak Eun-Ji tinggal bersama kami. Seperti yang sudah kutebak sebelumnya, Ji-Yoo senang-senang saja mendapat satu teman lagi.

“Ng… aku tidak tahu kau suka atau tidak aku tinggal disini. Kalau kau mau, aku bisa pergi,” ujar Eun-Ji saat Ji-Yoo pulang malam harinya.

Ji-Yoo pada awalnya menatap Eun-Ji murka lalu kemudian merentangkan tangannya lebar-lebar.

“Selamat datang,” ucapnya sambil tertawa senang saat Eun-Ji menyambut pelukannya.

Terima kasih, oppa… karena kau aku kembali memiliki keluarga yang utuh….

 

***

 

“Kau mau cerita tidak tentang kehidupanmu padaku?” tanyaku hati-hati pada Eun-Ji saat kami sedang makan malam. Dia yang makan sebenarnya. Aku kan belum punya usus.

“Tanya saja,” ujarnya ringan.

“Berapa umurmu saat berubah?”

“10 tahun. Seorang wanita setengah baya yang mengubahku.”

“Waktumu tinggal berapa tahun lagi?”

“30. Masih ada tiga alat vital lagi.”

Sesaat dia menatapku lalu tersenyum.

“Kau takut?” Mendadak dia bertanya padaku.

“Sedikit. Aku sudah menemukan korban pertamaku. Anaknya masih bayi, Eun-Ji~a!” erangku.

“Menjadi seperti ini, kau harus rela bersikap egois, Hye-Na~a. jangan pakai perasaan. Kalau kau merasa tidak enak terus, kapan kau akan bertemu dengan Kyuhyun oppa coba?”

Aku berpikir sesaat, lalu mengangguk.

“Hai, aku pulang!” Tiba-tiba saja Ji-Yoo sudah duduk di atas kursi di depanku. Menyendok nasi banyak-banyak ke atas piringnya.

“Kelaparan?” godaku.

“Sangat!” ujarnya dengan mulut penuh.

“Ayahmu baik-baik saja,” kata Ji-Yoo setelah berhasil menelan makanannya.

“Benarkah?” sergahku tak percaya.

Ji-Yoo mengangguk.

“Mungkin agak sedikit syok setelah kepergianmu, tapi kuperhatikan, sepertinya dia masih bisa hidup dengan baik.”

“Gomaweo.”

“Yak, Han Hye-na, itu kan gunanya teman?”

 

***

 

13 tahun berlalu. Aku sudah menemukan semua korbanku, mengubah mereka menjadi monster dengan kesadisan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Tepatnya, satu jam lagi aku akan bertemu dengan Kyuhyun. Benarkah? Jauh di lubuk hatiku yang paling dalam, aku benar-benar meragukan kemungkinan itu.

Aku merasakan Eun-Ji meremas tanganku, mengalirkan semangat ke sekujur tubuhku. Kami sepakat untuk mengakhiri karir kami sebagai pembunuh bersama-sama. Aku menoleh ke samping, menatap Ji-Yoo

“Semoga kita bisa bertemu lagi,” bisiknya pelan, air mata menggenangi wajah cantiknya. Terkadang aku merasa minder dikelilingi kedua gadis ini, jujur saja.

“Dengan harapan aku tidak lagi berusaha merebut Kyuhyun oppa darimu!” gurau Eun-Ji, membuat aku dan Ji-Yoo tertawa.

Sesaat pikiranku melantur kesana kemari. Bersyukur bahwa semua korbanku adalah perempuan. Aku tidak ingin ada seorang laki-laki pun yang menyentuhku selain Kyuhyun. Tidak rela sedikitpun.

Aku memutar-mutar cincin pemberiannya di jariku. Apakah aku benar-benar akan meluapakan segalanya?

 

TBC

 

HYE-NA’S POV

Aku terbangun saat merasakan cahaya matahari yang silau menelusup masuk lewat celah gorden di kamarku. Aku menggeliat sesaat sambil membuka mata. Tiba-tiba saja aku merasa syok melihat pemandangan di sekelilingku. Entahlah, ada yang aneh. Padahal ini kan kamarku. Sudah 17 tahun aku menghabiskan hidupku disini. Tapi sekarang rasanya seolah-olah sudah bertahun-tahun aku tidak berada disini. Ah, mungkin karena rasa pusing setelah pesta ulang tahunku semalam, membuatku sedikit kehilangan akal sehat pagi ini.

Ngomong-ngomong ulang tahun, sebenarnya aku tidak ingat apapun tentang pesta semalam. Sepertinya karena tidak ada yang menarik, jadi aku merasa tidak perlu bersusah payah untuk mengingatnya.

Aku menendang selimutku sampai jatuh ke lantai lalu bergegas ke kamar mandi. Kebutuhan manusiaku sudah sangat mendesak untuk dituntaskan.

Aku menggosok gigiku dengan tergesa-gesa, mencipratkan sedikit air ke wajahku. Merasa lebih baik, aku memutuskan untuk turun ke bawah, sarapan untuk mengisi perut.

Aku sedang menggigit roti saat bel rumahku berbunyi. Sambil mengernyit heran, mengira-ngira siapa yang datang sepagi ini, aku berjalan ke depan untuk membuka pintu.

“Appa,” ujarku tercekat kemudian menghambur memeluknya. Merasa aneh saat air mataku berusaha mendesak keluar. Perasaan rindu membuncah di dadaku, seolah-olah aku sudah tidak bertemu dengannya selama bertahun-tahun. Aigoo, kenapa aku jadi cengeng begini?

“Hai, kau ini kenapa?” tanya appa-ku bingung sambil menepuk-nepuk punggungku.

“Ani, hanya merasa senang saja karena appa sudah pulang.”

Aku menggandengnya masuk ke dalam rumah, lalu bergegas membuatkan sarapan untuknya. Sepintas aku merasa, pagi ini benar-benar aneh.

***

 


Дата добавления: 2015-11-14; просмотров: 51 | Нарушение авторских прав


<== предыдущая страница | следующая страница ==>
KYUHYUN’S POV| KYUHYUN’S POV

mybiblioteka.su - 2015-2024 год. (0.019 сек.)